Puji-pujian/ Bersholawat Sebelum Shalat
Puji-pujian/ Bersholawat Sebelum Shalat
Pada dasarnya, membaca pujian di Masjid atau di Mushalla menjelang
shalat bukanlah tradisi Muslim Indonesia, akan tetapi tradisi umat Islam
berbagai belahan dunia sebelum datangnya aliran Wahabi. Berikut ini
akan kami paparkan melalui kronologi kesejarahan.
1. Pembacaan Tasbih Pada Waktu Sahur
Dalam kitab-kitab sejarah diterangkan, bahwa pada masa Khalifah
Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Maslamah bin Makhlad radhiyallahu
‘anhu, Gubernur yang diangkat oleh Muawiyah, melakukan i’tikaf pada
malam hari di Masjid Jami’ Amr bin al-‘Ash di Mesir. Lalu ia mendengar
suara gong atau lonceng gereja-gereja Koptik yang sangat keras. Ia
mengadukan hal tersebut kepada Syurahbil bin Amir, Kepala para muadzin
di Masjid tersebut. Kemudian Maslamah memerintahkan para muadzin
mengumandangkan pembacaan tasbih pada waktu pertengahan malam
(nishful-lail, atau sekitar jam 12 malam ke atas) di tempat-tempat
adzan, sampai menjelang waktu shubuh. Kemudian tradisi pembacaan tasbih
tersebuh berlangsung di berbagai negeri Islam. (Syaikh Abdul Aziz
al-Tsa’alibi, al-Risalah al-Muhammadiyyah, hal. 140). Tanpa ada seorang
pun ulama yang menganggapnya bid’ah tercela atau haram.
2. Pembacaan Akidah Ahlussunnah
Sebelum Sultan Shalahuddin al-Ayyubi menguasai Mesir, selama dua ratus
tahun lebih Mesir dan sekitarnya dikuasai oleh Dinasti Fathimi yang
beraliran Syiah Isma’iliyah. Dinasti Fathimi menyebarkan ajaran Syiah
Ismailiyah melalui mesin kekuasaan. Setelah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
menguasai Mesir, maka seluruh daerah Mesir dan Syam, yang meliputi
Syria, Lebanon dan Palestina, berada di bawah kekuasaanya, setelah
mengusir pasukan Salibis Kristen dari Baitul Maqdis di Palestina. Untuk
memberantas ajaran Syiah Ismailiyah yang dianut oleh banyak penduduk
Mesir dan Syam, Sultan Shalahuddin memerintahkan para muadzin untuk
membacakan kitab al-‘Aqidah al-Mursyidah, sebuah nazham yang ditulis
oleh Ibnu Hibatillah al-Makki, isinya tentang Akidah Ahlussunnah
Wal-Jama’ah sesuai dengan madzhab al-Asy’ari. Dengan membacakan kitab
tersebut setiap malam, Sultan Shalahuddin berhasil memberantas ajaran
Syiah dan menyebarkan ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. (Syaikh Abdul Aziz
al-Tsa’alibi, al-Risalah al-Muhammadiyyah, hal. 140). Tradisi ini
kemudian diikuti oleh umat Islam di Indonesia, dengan membacakan kitab
nazham ‘Aqidah al-‘Awam karya Sayyid al-Marzuqi setiap menjelang waktu
shalat maktubah.
3. Pembacaan Shalawat Menjelang Shalat Maktubah
Pembacaan shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelang shalat
maktubah lima waktu berlangsung sejak masa Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
dan atas instruksi beliau. Hal ini beliau lakukan, karena sebelum itu,
ketika Khalifah al-Hakim bin al-‘Aziz, penguasa dinasti Fathimi di
Mesir yang beraliran Syiah Ismailiyah, terbunuh, saudarinya yang bernama
Sittul Malik, memerintahkan para muadzin agar mengucapkan salam kepada
putra al-Hakim, yaitu Khalifah al-Zhahir dengan mengucapkan as-Salam
‘ala al-Imam al-Zhahir (salam sejahtera kepada Imam al-Zhahir). Kemudian
ucapan salam tersebut terus dilakukan kepada para khalifah Fathimi
sesudahnya dari generasi ke generasi, hingga akhirnya Sultan Shalahuddin
al-Ayyubi membatalkannya, dan menggantinya dengan membaca shalawat
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Para ulama menganggap
kebijakan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi tersebut sebagai kebijakan yang
bagus dan layak didoakan agar diberi balasan pahala oleh Allah subhanahu
wata’ala. (Al-Hafizh al-Sakhawi, al-Qaul al-Badi’ fi al-Shalat ‘ala
al-Habib al-Syafi’, hal. 279-280; al-Imam Ibnu ‘Allan al-Shiddiqi,
al-Futuhat al-Rabbaniyyah juz 2 hal. 113).
Pandangan Para Ulama
Para ulama memandang tradisi pujian menjelang shalat di atas sebagai
tradisi yang baik dan termasuk bid’ah hasanah yang mendatangkan pahala
bagi pelakunya. Al-Hafizh as-Sakhawi berkata:
وَقَدِ اخْتُلِفَ
فِيْ ذَلِكَ هَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ أَوْ مَكْرُوْهٌ أَوْ بِدْعَةٌ أَوْ
مَشْرُوْعٌ وَأسْتُدِلَّ لِلأَوَّلِ بِقَوْلِهِ تَعَالىَ : وَافْعَلُوا
الْخَيْرَ ، وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الصَّلاَةَ وَالسَّلاَمَ مِنْ أَجَلِّ
الْقُرَبِ لاَ سِيَّمَا وَقَدْ تَوَارَدَتْ اْلأَخْبَارُ عَلىَ الْحَثِّ
عَلىَ ذَلِكَ مَعَ مَا جَاءَ فِي فَضْلِ الدُّعَاءِ عَقِبَ اْلأَذَانِ
وَالثُّلُثِ اْلأَخِيْرِ مِنَ اللَّيْلِ وَقُرْبِ الْفَجْرِ وَالصَّوَابُ
أَنَّهُ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ يُؤْجَرُ فَاعِلُهُ بِحُسْنِ نِيَّتِهِ. (الحافظ
السخاوي، القول البديع في الصلاة على الحبيب الشفيع، 280).
“Pembacaan shalawat menjelang shalat tersebut diperselisihkan, apakah
dihukumi sunnah, makruh, bid’ah atau disyari’atkan? Pendapat yang
pertama berdalil dengan firman Allah: “Kerjakanlah semua kebaikan.”
Telah dimaklumi bahwa membaca shalawat dan salam termasuk ibadah sunnah
yang paling agung, lebih-lebih telah datang sekian banyak hadits yang
mendorong hal tersebut, serta hadits yang datang tentang keutamaan
berdoa setelah adzan, sepertiga malam dan menjelang fajar. Pendapat yang
benar adalah, bahwa hal tersebut bid’ah hasanah, yang pelakunya diberi
pahala dengan niatnya yang baik.” (Al-Hafizh as-Sakhawi, al-Qaul
al-Badi’, hal. 280).
Pernyataan senada juga dikemukakan oleh
al-Imam Syihabuddin Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya, al-Durr
al-Mandhud, hal. 209, dengan mengutip fatwa gurunya Syaikhul Islam
Zakariya al-Anshari, yang menyimpulkan bahwa dzikir bersama dan membaca
shalawat menjelang shalat maktubah adalah bid’ah hasanah yang
mendatangkan pahala. Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Ibnu
Qayyimil Jauziyah, ulama panutan kaum Wahabi yang berkata, dalam
kitabnya Jala’ al-Afham, bahwa di antara tempat yang dianjurkan membaca
shalawat, adalah ketika berkumpul untuk berdzikir kepada Allah,
berdasarkan hadits berikut:
لِحَدِيْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ
قَالَ أَنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ إِذَا مَرُّوْا بِحِلَقِ
الذِّكْرِ قَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ اُقْعُدُوْا فَإِذَا دَعَا الْقَوْمُ
اَمَّنُوْا عَلىَ دُعَائِهِمْ فَإِذَا صَلَّوْا عَلىَ النَّبِيِّ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّوْا مَعَهُمْ حَتَّى يَفْرَغُوْا ثُمَّ
يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ طُوْبَى لِهَؤُلاَءِ يَرْجِعُوْنَ
مَغْفُوْرًا لَهُمْ
“Karena hadits Abu Hurairah radhiayallahu
‘anh, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya
Allah memiliki para malaikat yang selalu berjalan. Apabila mereka
menjumpai majlis dzikir, sebagian mereka berkata: “Duduklah”. Apabila
kaum itu berdoa, para malaikat itu membaca amin atas doa mereka. Apabila
mereka bershalawat, merekapun bershalawat bersama mereka sampai
selesai. Kemudian mereka berkata: “Beruntung kaum itu, pulang dengan
memperoleh ampunan Allah.” (Ibnu Qayyimil Jauziyyah, Jala’ al-Afham,
hal. 237)
Hadits tersebut bernilai hasan, diriwayatkan oleh
al-Bazzar. Asal hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dalam
Shahih-nya [2689], sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim. Lihat pula,
as-Sakhawi, dalam al-Qaul al-Badi’, hal. 180 dan 348.
Beberapa
pernyataan ulama di atas memberikan kesimpulan bahwa tradisi pujian
pada waktu menjelang subuh, dan setelah adzan shalat maktubah, pada
dasarnya tradisi positif, bid’ah hasanah yang mendatangkan pahala bagi
pelakunya. Bukan perbuatan haram dan bid’ah tercela yang mendatangkan
dosa. Bahkan memiliki dasar hadits yang sangat kuat. Wallahu a’lam.
"Ashef Muhammad Al_ImaZMuda"
KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM
BalasHapusAssalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih